“dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya: sedang Allah mengetahuinya, apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
Kamis, 19 Juli 2012
GALAU bin FUTUR
ASBABUL
GALAU...
dakwatuna.com
- Galau,
gelisah, gundah, bete, nggak mood, futur de el el. Semua kita mungkin pernah
merasakan hal ini. Tapi tahukah kita kenapa hal itu bisa terjadi pada diri
kita. Kenapa kita yang tadinya punya hamasah, energik and spirit tiba-tiba
dilanda oleh kefuturan atau bahasa anak muda sekarang “galau”. Why?
Apalagi
menjelang ujian termin dua ini kita benar-benar membutuhkan semangat baja untuk
menaklukkan muqarrar. Sebenarnya galau atau futur itu biasa. Yang penting kata
Rasul tidak jatuh ke dalam kemaksiatan. Karena banyak orang yang merasa galau
lalu untuk mengobati galaunya itu ia pergi ke tempat-tempat maksiat.
Na’udzubillah deh.
Nah, maka
sebab itu perlu bagi kita untuk mengetahui apa aja yang bisa membuat kita jadi
galau bin futur. Mudah-mudahan dengan mengetahui asbab dari galau tersebut kita
bisa meng-ilaj dengan segera sehingga bisa kembali melakukan aktivitas
dengan semangat. Yuk, kita simak yang bisa bikin kita galau!
Pertama:
Berlebihan dalam din. Artinya kita tidak terlalu berlebihan dalam suatu jenis
amal sehingga mengabaikan amal-amal lainnya. Contohnya nih, ketika kita
berazzam untuk bisa shalat tahajjud tiap malam. Okelah minggu pertama misi kita
berjalan dengan baik, selanjutnya kita malah K’O di tengah jalan. Nah,
sebaiknya kita tidak terlalu memaksakan diri. Tapi cobalah secara bertahap, dua
kali seminggu. Kalau yang sudah ini berjalan dengan mantab. Insya Allah ke
depannya bisa ditingkatkan.
Rasul Saw
bersabda: Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya
kecuali akan dikalahkan (HR. Muslim)
Karena itu,
amal yang disukai oleh Allah adalah amal yang sedikit tapi kontinyu. Setuju…
Kedua:
Berlebihan dalam yang mubah. Dalam kaidah ushul fiqih kita tahu bahwa hukum
dari segala sesuatu adalah mubah. Tapi keseringan dalam hal mubah bisa bikin
kita jadi futur loh. For example Facebook-an melulu sehingga melalaikan
kewajiban. Atau dunianya hanya bola saja. Setiap hari yang ia ikuti hanya bola.
Pagi main bola, siang entar main pe-es bola, malamnya nonton bola. Yha
semua waktunya habis dengan si bola. Bukan berarti saya mengharamkan main bola.
Tapi sesuai dengan kadarnya. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk riyadhah
sehingga menjaga kesehatan. Karena sebaik-baik urusan adalah aushotuha. Tul
nggak?
Ketiga:
Memisahkan diri dari jama’ah. Nah loh, jama’ah apaan nih? Eitss…tunggu dulu
bro. Rasulullah saw memerintahkan untuk kita berjamaah “Alaykum bil jama’ah”.
Dulu ada khilafah islamiyah tempat menyatukan kaum muslimin. Sekarang karena
khilafah Islamiyah nggak ada maka kita dianjurkan untuk bergabung dalam jama’ah
minal muslimin. Apapun jama’ah dan harakahnya yang penting tujuannya sama yaitu
untuk li i’la kalimatillah. Sebab dengan berjama’ah kita akan lebih terjaga
dari godaan syetan “Faiina syaithona ma’al wahid”.
Sedangkan
tanpa jama’ah seseorang bisa terperangkap kepada kebosanan yang terjadi akibat
kerutinan. Karena itu Imam Ali berkata: Sekeruh-keruh hidup berjama’ah itu
lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri.
Keempat:
Sedikit mengingat akhirat. Yap, karena kita sudah terlalu banyak dilalaikan
dengan hal yang mubah maka sangat jarang kita mengingat akhirat. Dengan
mengingat akhirat kita menjadi terpacu untuk beramal, sebaliknya orang yang
lupa dengan kehidupan akhirat akan mudah loyo dan galau.
Kelima:
Melalaikan amalan siang dan malam. Melaksanakan ibadah secara tekun akan
membuat seseorang selalu ada dalam perlindungan Allah. Karena setiap ibadah
yang kita lakukan adalah ibarat bahan bakar yang selalu memacu kita untuk
selalu bersemangat. Dengan kata lain orang yang sering melalaikan ibadah akan
mudah terjerumus ke dalam kefuturan. So, dari sekarang kalo pengen nggak galau
ya ibadah solusinya :)
Keenam:
Tidak mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan. Ini dia yang sering
membuat kita “jatuh”. Sudah menjadi sunnatullah bahwa kehidupan ini akan penuh
dengan tantangan. Maka kita harus punya persiapan dan mental yang kuat dalam
menghadapi segalanya. Seperti yang pernah saya tulis dalam catatan sebelumnya
tentang “Bereskan Urusanmu Dengan Allah, Lalu Biarkan Ia Membereskan Urusanmu”.
Ketujuh:
Bersahabat dengan orang-orang lemah. Bi’ah sangat mempengaruhi sekali dalam
hidup kita. Berteman dengan orang-orang lemah semangatnya terkadang juga
membuat kita menjadi lemah. Seharusnya kitalah yang menjadi cahaya spirit bagi
kawan-kawan kita yang lemah. Bukan berarti kita menjauhi mereka.
Makanya
Rasulullah Saw bersabda: “Seseorang atas diri sahabatnya, maka lihatlah dengan
siapa ia berteman.” Nggak heran, kalo orang bejat yah temannya sama-sama
bejatlah, kalo orang saleh, temannya juga pada saleh insya Allah. Seiring
dengan firman Allah Atthoyyibin lit thoyyibat, orang-orang baik itu jodohnya
yah buat yang baik-baik juga :)
Itulah
beberapa asbabul galau yang sering bikin kita jadi “nggak jelas”. Mudah-mudahan
dengan mengetahui asbab nya kita jadi gampang untuk bangkit kembali. Karena
umat membutuhkan ar rijal al qowi untuk kembali menegakkan Islam di muka bumi
Allah. Insya Allah…Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’ma nashir.
Arkanul Bai'ah Ikhwanul Muslimin
Arkanul Bai'ah
Yang dimaksud dengan Arkanul Bai’ah disini adalah
rukun-rukun bai’at yang dikumpulkan oleh Imam Hasan Al Banna kepada mujahidin
dari Ikhwanul Muslimin yang tercantum dalam Risalah Ta’lim Wal Usar.
Risalah ini ditulis oleh Imam Hasan Al Banna ditengah-tengah perpecahan yang
terjadi dalam gerakan-gerakan sebagai Islah atau reformasi kembali untuk
menyatukan semua kaum muslimin. Setalah ke khalifahan Turki Ustmani runtuh
muncul banyak gerakan/jamaah untuk kembali memperbaiki keadaan umat Islam.
Namun sayangnya banyak dari gerakan ini bersifat parsial dal melakukan gerakan
perbaikan dan antara satu gerakan dan gerakan lain sering tidak akur dan saling
menjatuhkan,mempermasalahkan perbedaan yang sedikit dan sifatnya furu’ dan
ikhtilaf,daripada sekian banyak persamaan yang dimiliki. Didasari oleh realitas
itulah,maka Imam Hasan Al Banna memformulasikan suatu kerangka berpikir untuk
menyatukan semua gerakan penyadaran umat ini untuk bahu-membahu. Risalah ini
ditulis Imam Hasan Al Banna pada tahun 1943 M. risalah ini termasuk risalah
yang terpenting yang ditulis oleh beliau. Bahkan Ustadz Abdul Halim Mahmud
menganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah yang beliau tulis.
Risalah ini berisi strategi jamaah Ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader.
Juga berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan
tersebut. Imam Hasan Al Banna menulis risalah ini untuk para ikhwan yang tulus,
para mujahdi atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa
yang dipakai adalah gaya bahasa Instruksi untuk beramal, bukan sekadar
pembicaraan.
Di awal dari Risalah ini,Imam Hasan Al Banna
mengatakan “Rukun Bai’at kita ada sepuluh, hafalkanlah… “. Dari kalimat
pembuka tersebut,ada tiga kata yang menjadi perhatian. Yaitu Arkan,Bai’at
dan Infazuha (hafalkanlah).
Arkan berasal dari kata rukun,dalam bentuk jamak.
Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya Syarah Ar Kanul Bai’ah 1
Alfahmu, kata ini memiliki arti pilar utama, atau salah satu pilar yang menjadi
fondasi bangunan sesuatu,atau pilar yang apabila ditinggalkan maka batal suatu
pekerjaan dan dan tidak memiliki kekuatan lagi. Atau juga bisa berarti pilar
tekuat. Atau masalah yang besar. Atau sesuatu yang memiliki kekuatan,baik
berupa raja, tentara dan lainnya atau berupa kedudukan dan kemampuan
pertahanan.
Sementara,dari buku yang sama,kata bai’at berarti
perjanjian untuk mencurahkan ketaatan dengan harga yang setimpal. Pada asalnya,
kata bai’at bermakna mencurahkan ketaatan kepada penguasa dalam melakukan
perintahnya. Namun yang harus dipahami,bai’at yang dimaksud disini bukanlah
bai’at kepada seorang imamah ‘uzhma,pemimpin kaum muslimin atau
khalifah,namun ia adalah bai’at dalam beramal. Ia adalah termasuk bai’at khusus
bukan bai’at umum yang diberikan ahlul halli wal ‘aqdhi kepada seorang
imam utama kaum muslimin, dimana bai’at yang terakhir ini menuntut syarat
consensus dari umat islam. Sa’id Hawwa dalam bukunnya Membina Angkatan Mujahid
mengatakan bai’at ini seperti bai’at kepada guru. Sebagaimana Imam Hasan Al-Banna
sendiri yang mengatakan dalam pembukaan risalahnya “Ini adalah risalahku
untuk mujahidin dari kalangan ikhwanul muslimin”. Sehingga tidaklah tepat
jika kita mengaitkan baiat ini dengan konteks hadits-hadits yang berisi
konsekuensi bai’at terhadap imamah ‘uzhma, dengan demikian maka orang
yang tidak berbaiat kepada pimpinan jamaah dakwah bukanlah orang yang kafir.
Hal ini tersirat dalam pernyataan mursyid ‘aam ke dua ikhwan Hasan
Al-Hudaibi ketika memecat lima orang anggota hai’ah ta’sisiyyah (dewan pendiri,
termasuk syaikh Muhammad Al-Ghazali ) “Bisa jadi mereka lebih mulia dari kita
di mata Allah, namun mereka dikeluarkan semata-mata karena masalah organisasi”
Lalu bagaimanakah kita memposisikan arkanul bai’ah
ini?. Bukan berarti tidak ada ketaatan atau perihal yang mengikat dalam baiat
untuk beramal ini, karena pada dasarnya ia adalah janji dan amanah yang harus
ditepati oleh orang-orang yang beriman. Seseorang yang melakukan bai’at berarti
dia telah berjanji untuk mencurahkan ketaatannya, sekalipun ketaatan tersebut
menuntut harta atau kepayahan atau jiwa selama hal itu dalam mencari keridhaan
Allah SWT. Dalam Qur’an surat Al-Fath:10, Allah SWT berfirman “Bahwasanya
orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia
kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang
melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya
sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan
memberinya pahala yang besar”. Dan ada juga kita temukan kata bai’at
disamakan dengan isytara (membeli) yang berarti bahwa bai’at pada
hakikatnya merupakan transaksi jual-beli antara seorang hamba dengan Allah SWT
dihadapan seorang pemimpin. sebagaimana firman Allah SWT dalam AT-Taubah:111 “Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”.
Adapun kata Infazhuha berasal dari kata fazhahuha
(jagalah dia/hafalkanlah dia),menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya
Syarah Ar Kanul Bai’ah 1 Alfahmu, memiliki dua makna yaitu: Sadar dan paham
setelah mencermati, dalam arti merasa mantap pada hasil pemahaman, dan
Melaksanakan konsekuensi Bai’at, yakni memelihara, menjaga dan melaksanakan
Adapun
rincian singkat rukun-rukunnya adalah sebagai berikut:
1. Al Fahmu
Pemahaman
adalah hal yang mengikat seorang al akh dengan bai’at ini. Karena dengan
pemahaman al akh yang komprehensif terhadap nilai yang dibawa dakwah ini akan
menghasilkan komitmen yang begitu kuat. Idealnya seorang al-akh harus memahami
dulu fikrah islamiyyah as-samimah (fikrah islami yang bersih) dengan
komprehensif yang tercantum dalam ushul isyrin yang merupakan
bagian pokok dari rukun al-fahmu ini, dan menempatkannya dalam pemahaman
yang benar pula sesuai dengan pemahaman salafus-shalih ridwanullah ‘alaihim
dan tidak bertentangan dengan al-quran dan sunnah. Dengan pemahaman inilah
al-akh yang berbaiat memilih dan menempatkan komitmennya, sehingga ia percaya
bahwa ia berada pada jalan yang benar
2. Al Ikhlas
Yaitu
mengikhlaskan niat hanya kepada Allah saja. Ketika kita sudah memiliki ke
pahaman maka selayaknya kita memiliki suatu tujuan yang mulia,dan tujuan itu
hanyalah untuk Allah semata. Sebagaimana slogan yang ada Allah tujuan kami
(Allah Ghayyatuna)
3. Al ‘Amal
Selanjutnya
adalah ‘amal,sebagai bentuk aplikasi dari suatu pemahaman dan dipadu dengan
keikhlasan atau dapat dikatakan amal adalah buah dari ilmu dan ikhlas. Karena
tujuan dakwah ini tidak akan tercapai tanpa suatu kerja nyata. Dalam risalah
ini disebutkan tujuh tingkatan amal atau tata urutan amal (maratibul ‘amal)
mulai dari pembentukan pribadi muslim hingga ustadziyatul ‘alam
4. Al Jihad
Jihad fi
sabilillah dengan berbagai tingkat dan variasinya. Dalam risalah ini
disebutkan: peringkat pertama jihad adalah dengan hati, dengan
lisan,pena,tangan dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zhalim, dan
yang terakhir adalah perang di jalan Allah.
5. At Tadhiyah
Yaitu
seorang al-akh harus siap untuk berkorban di jalan dakwah ini, baik itu
pengorbanan jiwa,harta,waktu,kehidupan, dan segala sesuatu yang dipunyai oleh
seorang muslim untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada perjuangan di dunia ini,
kecuali harus disertai pengorbanan.
6. At Taat
Yaitu
menunaikan perintah Allah dan Rasul-Nya dan Ulil amr, baik dalam keadaan sulit
maupun bersemangat, dalam rukun ini dijelaskan tiga tahapan dakwah yaitu ta’rif
, takwin dan tanfidz
7. Ats Tsabat
Yaitu
memegang teguh agama, baik dari sisi aqidah, syari’ah, maupun perbuatan. Dan
juga terhadap prinsip yang dianut dari jamaah dakwah ini
8. At Tajarrud
Yaitu
membersihkan pola pikir dari prinsip dan nilai lainnya.
9. Al Ukhuwwah
Yaitu
terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah.Dimana ukhuwwah dimulai
dari salamatush shadr (berprasangka baik) hingga pada tingkat itsar
mendahulukan kepentingan saudaranya.
10. At Tsiqah
Yaitu rasa
percaya yang disebabkan kepuasan jundi kepada jajaran qiyadhah nya,
dimana hal ini sebenarnya merupakan beban berat bagi qiyadhah karena
untuk mewujudkan kepuasan tersebut ia harus membangun kredibilitas dan
memperbaiki dirinya, disamping itu jundinya juga harus mengenal lebih jauh para
qiyadhah mereka.
Ustadz Ihsan
Tandjung membuat klasifikasi atas sepuluh rukun ini dengan membagi dua kelompok
yaitu kelompok pertama adalah rukun al-fahmu yang terkait dengan lingkup
pribadi, yang kedua adalah rukun ikhlas, amal, jihad, tadhiyyah, taat,
tsabat, tajarrud, ukhuwwah, tsiqoh, yang mulai masuk pada lingkup interaksi
di luar pribadi yaitu lingkup berjama’ah, dimana aspek dalam kehidupan
berjamaah ini terkait erat dengan komitmen yang kuat, sedangkan pada lingkup
pribadi didasari oleh pemahaman yang lengkap dan menyeluruh. Oleh karena itu
Ustadz Ihsan Tandjung mengistilahkan kelompok pertama dengan Al-Fahmu
Syamiil (pemahaman yang menyeluruh) dan yang kedua dengan iltizaamul
kaamiil (komitmen yang sempurna). Wallahu a’lam
BAGAIMANA PERAYAAN ULANG TAHUN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(REFLEKSI 13 JULI 2012)
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Ulang tahun dimata islam seperti apa sih? Apa yang mestinya kita
lakukan ataupun sampaikan thdp orang yg berulang tahun.. doa apa yg
sepantasnya diucapkan? Apakah ada riwayatnya di zaman Rasulullah SAW yg
berhubungan dgn ulang tahun?
Perayaan "Ulang Tahun", mungkin yang thorank maksud perayaan Hari (Tanggal) Kelahiran ya?
Mari kita telaah:
1. Dari mana asalnya?
Biasanya ini diiringi dengan acara tiup lilin, sambil menyanyi "Panjang umurnya ... dst" lalu memotong kue, dst.
Bukankah ini adalah adat/ kebiasaan orang non muslim (Yahudi & Nashoro)?
Rasulullah saw bersabda,"Man tasyabbaha bi qaumin fa huwa min hum
(Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka)" (HR
Ahmad dan Abu Dawud dari sahabat Abdullah bin Umar ra. Dishahihkan oleh
Al Albani dalam Shahih Al Jami' no 6025) Allah swt berfirman, yang
artinya,"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang
baik bagi kalian ..." (Al Ahzab 21). Juga,"Dan ikutilah dia (Muhammad),
agar kalian mendapat petunjuk" (Al A'raf 158).
Sebaliknya
(artinya),"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang mu'min, Kami biarkan
ia leluasa terhadap kesesatan yang telah menguasainya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam..." (An Nisa 115)
2. Doa apa yang mesti diucapkan? Apa ada riwayat di zaman Rasulullah saw? Tidak ada.
3. Kalau kita sudah menganggap itu kebiasaan, maka seakan-akan jadi
"harus (wajib)", bahkan saat kita hanya punya uang sedikitpun, tetap
kita merayakannya (jangan-jangan sampai berutangpun kita lakukan). Kalau
sudah begini, bukankah sangat memberatkan? Memang hal yang diada-adakan
itu biasanya memberatkan, sedangkan Allah swt menginginkan yang mudah
untuk kita. Kalau kita perhatikan, tidak ada satupun perintah Alloh swt
yang memaksa (dalam hal materi). Satu-satunya perintah Allah swt yang
"mahal" adalah berhaji ke Baitullah, tapi inipun Allah swt syaratkan
"Bila mampu".
4. Disekeliling (lingkungan) kita, terkadang,
menganggapnya "Sudah biasa", sehingga bila kita katakan bahwa itu
"Tasyabbuh 'ala kuffar (Meniru-niru orang kafir)", mungkin kitalah yang
dikatakan "Fanatik", "Garis keras", dsb.
Jadi (ini sekedar saran),
kalau toh tidak kuasa menghindari acara tsb, paling tidak, janganlah
kita membenarkannya (acara tsb) dengan hati. Rosululloh saw
bersabda,"Man ra a minkum munkaran falyughoyyirhu bi yadihi, fa illam
yastathi' fa bi lisaanihi, fa illam yastathi' fa bi qolbihi wa dzalika
adh'aful iimaan (Barangsiapa melihat satu kemungkaran, hendaknya
mencegah dengan tangannya. Kalau tidak mampu, hendaknya mencegah dengan
lisannya. Kalau tidak mampu juga, hendaknya mencegah dengan hatinya, dan
itu adalah selemah-lemah iman)" (HSR Muslim)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh..
Banjir tidak membuat cemas sampai ia meluap...
Pedang tidak menakutkan sampai ia mengalirkan darah dan menebas tenggorokan...
Guntur tidak menggetarkan sampai ia menggelagar disertai kilat yang menyala...
Harimau tidak membuat kita lari selama ia masih tertawan dalam kurungan...
Selama kita masih ditawan rasa bosan untuk belajar dan dipenjara rasa
malas untuk menghafal AlQur’an, maka bagaikan singa dalam kandang di
kebun binatang. Aumannya yang menakutkan hanya membuat orang
tertawa..ketajaman kukunya dan ketinggian loncatannya hanya jadi pose
terindah sebuah majalah...
Nabi Idris seorang penjahit...
Nabi Daud seorang tukang besi...
Nabi Musa diupah untuk menggembala...
Ibnu Mussayab berjualan minyak...
Abu Hanifah berjualan baju...
Dan selama 70 tahun Imam Ahmad, Khalid bin Ahmad dan Sufyan Asy-Syuhri pernah berjualan roti.
Apapun profesi kita, maukah dimuliakan seperti mereka???
Maka mari kita mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya!!!
Insya Allah kita semua bisa menjadikan al-Qur’an sebagai bagian dari
kehidupan kita sehari-hari. Dimana ayat-ayat menerangkan jalan-jalan
kita di dunia dan menuntun kita ke akhirat nanti.
Aamiin yaa Rabbal ‘Alamiin.
Syukron eee
(like kalo suka,hapus klo ga suka)
Langganan:
Postingan (Atom)